Partisipasi Politik
Pengertian partisipasi politik
adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya
sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri dan sifat
partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun
partai yang berkuasa.
Ruang bagi
partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh
untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola
partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu
berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di
negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan,
seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya mengenai E-Activism:
New Media and Political Participation in Europe. Warganegara di
negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi
tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan
(Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani).
Landasan Partisipasi Politik
Landasan partisipasi
politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan
partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik
ini menjadi :
- kelas – individu-individu
dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.
- kelompok atau komunal –
individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang
serupa.
- lingkungan – individu-individu
yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.
- partai – individu-individu yang
mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha
untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan
legislatif pemerintahan, dan
- golongan atau faksi –
individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus
antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client,
yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan,
dan ekonomi yang tidak sederajat.
Mode Partisipasi Politik
Mode partisipasi
politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model ini terbagi
ke dalam 2 bagian besar: Conventional dan Unconventional. Conventional
adalah mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan
kampanye. Mode partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak
tahun 1940-an dan 1950-an. Unconventional adalah mode partisipasi
politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social
Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan (environmentalist),
gerakan perempuan gelombang 2 (feminist), protes mahasiswa (students
protest), dan teror.
Bentuk Partisipasi Politik
Jika mode
partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di
suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan
politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk
partisipasi politik menjadi:
- Kegiatan Pemilihan – yaitu
kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai,
menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif,
atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
- Lobby – yaitu upaya perorangan atau
kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan
mereka tentang suatu isu;
- Kegiatan Organisasi – yaitu
partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun
pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah;
- Contacting – yaitu upaya
individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat
pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
- Tindakan Kekerasan (violence)
– yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan
pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta
benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan
politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson
telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak
membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi
politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan
sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini.
Klasifikasi bentuk partisipasi
politik Huntington dan Nelson belumlah relatif lengkap karena keduanya belum
memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik,
menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala
subyektif individu. Misalnya, Thomas M. Magstadt menyebutkan bentuk-bentuk
partisipasi politik dapat meliputi: (1) Opini publik; (2) Polling; (3)
Pemilihan umum; dan (4) Demokrasi langsung. Opini publik adalah gagasan
serta pandangan yang diekspresikan oleh para pembayar pajak dan konstituen
pemilu.
a. Opini Publik. Opini publik yang kuat dapat saja mendorong para
legislator ataupun eksekutif politik mengubah pandangan mereka atas suatu isu.
Opini publik ini mengejawantah dalam bentuk lain partisipasi politik
selanjutnya, berupa polling, pemilihan umum, dan demokrasi langsung.
b. Polling. Polling adalah upaya pengukuran opini
publik dan juga memengaruhinya. Melalui polling
inilah, partisipasi politik (menurut Magstadt) warganegara menemui
manifestasinya.
c. Pemilihan Umum. Pemilihan umum (Pemilu) erat hubungannya dengan
polling. Pemilu hakikatnya adalah polling "paling lengkap"
karena menggunakan seluruh warga negara benar-benar punya hak pilih (tidak
seperti polling yang menggunakan sampel).
d. Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung adalah suatu situasi di mana
pemilih (konstituen) sekaligus menjadi legislator. Demokrasi langsung terdiri
atas plebisit dan referendum. Plebisit adalah pengambilan suara
oleh seluruh komunitas atas kebijakan publik dalam masalah tertentu. Misalnya,
dalam kasus kenaikan harga BBM ketika parlemen mengalami deadlock dengan
eksekutif, diambilah plebisit apakah naik atau tidak. Referendum adalah
pemberian suara dengan mana warganegara dapat memutuskan suatu undang-undang.
Misalnya, apakah undang-undang otonomi daerah perlu direvisi ataukah tidak, dan
parlemen mengalami deadlock, dilakukanlah referendum.
Sistem Politik
Sistem
politik
adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif
atau pendekatan sistem melihat
keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif
terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap di antara
elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa
dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang
ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau
institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara
sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan
partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu
sistem politik. Dengan mengubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat
sebagai kebudayaan politik,
lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Istilah-Istilah dalam Konsep Sistem
Politik
- Proses Sistem Politik : Proses adalah pola-pola tingkah laku
(sosial dan politik) yang dibuat oleh manusia yang bertujuan mengatur
hubungan antara satu sama lain. Dalam suatu negara, lembaga-lembaga
seperti parlemen, partai, birokrasi, sekalipun sudah ada yang memiliki
kehidupan sendiri yang sebenarnya merupakan proses dari pola-pola
ulangannya yang sudah mantap dan mencerminkan struktur.
- Struktur Sistem politik : Struktur adalah mencakup pada
lembaga-lembaga formal dan juga informal, misalnya parlemen, kepala
negara, jaringan komunikasi, kelompok kepentingan, dan sebagainya.
- Fungsi Sistem Politik : Fungsi adalah membuat
keputusan-keputusan, policy (kebijakan) dengan mengikat mengenai alokasi
dari nilai-nilai yang sifatnya material yang mengarahkan pada tercapainya
tujuan-tujuan masyarakat.
Ciri-Ciri Umum Sistem Politik - Menurut Almond, sistem politik, baik itu sistem politik yang
sifatnya modern dan primitif memiliki ciri-ciri sebagai berikut....
- Semua struktur politik memiliki spesialisasi,
baik pada masyarakat primitif maupun modern dalam melaksanakan banyak
fungsi
- Semua sistem politik yang sederhana sekalipun
dengan memiliki kebudayaan politik. Masyarakat yang sederhana pun
mempunyai tipe struktur politik yang terdapat dalam masyarakat.
- Semua sistem politik menjalankan fungsi yang
sama, namun memiliki perbedaan pada tingkatan yang berbeda-beda, yang
ditimbulkan karena perbedaan struktur.
SUMBER :
Subakti, Ramlan. 1992.
MemahamiIlmuPolitik
. Jakarta: PT Grasindo.
http://estuputri.wordpress.com/2010/05/26/ pengertian-sistem-politik
http://www.artikelsiana.com/2015/03/pengertian-sistem-politik-ciri-ciri-sistem-politik.html