Minggu, 12 Juli 2020

Bioinformatika

Pengertian Bioinformatika

Bioinformatika, sesuai dengan asal katanya yaitu "bio" dan "informatika", adalah gabungan antara ilmu biologi dan ilmu teknik informasi (TI). Pada umumnya, Bioinformatika didefinisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan analisa untuk menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi. limu ini merupakan ilmu baru yang merangkum berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu komputer, fisika, matematika, biologi, dan ilmu kedokteran, dimana kesemuanya saling menunjang dan saling bermanfaat satu sama lainnya. Bioinformatika merupakan aplikasi dari teknik-teknik dalam informatika, meliputi: matematika terapan, ilmu komputer, dan statistika.
Bioinformatika ialah ilmu yang mempelajari penerapan teknik komputasi untuk mengelola dan menganalisis informasi hayati. Bidang ini mencakup penerapan metode-metode matematika, statistika, dan informatika untuk memecahkan masalah-masalah biologi, terutama yang terkait dengan penggunaan sekuens DNA dan asam amino. Contoh topik utama bidang ini meliputi pangkalan data untuk mengelola informasi hayati, penyejajaran sekuens (sequence alignment), prediksi struktur untuk meramalkan struktur protein atau pun struktur sekunder RNA, analisis filogenetik, dan analisis ekspresi gen. [1]

Prinsip Bioinformatika

Prinsip bioinformatika mengandung 3 unsur yang sama yaitu:
1. "Pusat data/database". Contoh pusat data antara lain GenBank untuk data DNA, SwissProt untuk data protein, Protein Data Bank untuk data struktur protein/DNA, dan pusat data ekspresi RNA.
2. "Analisis". Ada dua bentuk utama analisis yaitu mencari kesamaan/homologi. Kesamaan sekuen/struktur menunjukkan kesamaan fungsi biologi. Kesamaan informasi yang berbentuk linier (sekuen DNA, sekuen protein) digunakan teknik alignment/pensejajaran. Sementara untuk informasi yang berbentuk struktur ruang 3D digunakan teknik superimpose yang didasarkan atas pencarian pola. Misalnya adalah pola ekspresi gen pada sel kanker vs pada sel normal yang datanya diperoleh dari eksperimen DNA microarray.
3. Unsur "Prediksi" dari "Analisis", dilakukan prediksi yang disebut in-silico sebagai analogi dari in-vivo (fenomena dalam lingkungan hidup yang asli), in-vitro (dalam lingkungan buatan/tabung reaksi) dan in-silico untuk fenomena yang dianalisis menggunakan chip komputer yang bahan utamanya adalah silikon. Prediksi ini termasuk kemudian lebih jauh menjadi simulasi. [1]

Contoh Penerapan Bioinformatika

1. Bioinformatika dalam Bidang Klinis

Bioinformatika dalam bidang klinis sering disebut sebagai informatika klinis (clinical informatics). Aplikasi dari informatika klinis ini berbentuk manajemen data-data  klinis dari pasien melalui Electrical Medical Record (EMR) yang dikembangkan oleh Clement J. McDonald dari Indiana University School of Medicine pada tahun 1972. McDonald pertama kali mengaplikasikan EMR pada 33 orang pasien penyakit gula (diabetes). Sekarang EMR ini telah diaplikasikan pada berbagai penyakit. Data yang disimpan meliputi data analisa diagnosa laboratorium, hasil konsultasi dan saran, foto rontgen, ukuran detak jantung, dan lain lain. Dengan data ini dokter akan bisa menentukan obat yang sesuai dengan kondisi pasien tertentu dan lebih jauh lagi, dengan dibacanya genom manusia, akan memungkinkan untuk mengetahui penyakit genetik seseorang, sehingga penanganan terhadap pasien menjadi lebih akurat. [2]

2. Bioinformatika untuk Identifikasi Agent Penyakit Baru

Bioinformatika juga menyediakan tool yang sangat penting untuk identifikasi agent penyakit yang belum dikenal penyebabnya. Banyak sekali penyakit baru yangmuncul dalam dekade ini, dan diantaranya yang masih hangat adalah SARS (SevereAcute Respiratory Syndrome).
Pada awalnya, penyakit ini diperkirakan disebabkan oleh virus influenza karena gejalanya mirip dengan gejala pengidap influenza. Akan tetapi ternyata dugaan ini salah karena virus influenza tidak terisolasi dari pasien. Perkirakan lain penyakit ini disebabkan oleh bakteri Candida karena bakteri ini terisolasi dari beberapa pasien. Tapi perkiraan ini juga salah. Akhirnya ditemukan bahwa dari sebagian besar pasien SARS terisolasi virus Corona jika dilihat dari morfologinya. Sekuen genom virus ini kemudian dibaca dan dari hasil analisa dikonfirmasikan bahwa penyebab SARS adalah virus Corona yang telah berubah (mutasi) dari virus Corona yang ada selama ini.

Dalam rentetan proses ini, Bioinformatika memegang peranan penting. Pertama pada proses pembacaan genom virus Corona. Karena di database seperti GenBank, EMBL (European Molecular Biology Laboratory), dan DDBJ (DNA Data Bank of Japan) sudah tersedia data sekuen beberapa virus Corona, yang bisa digunakan untuk mendisain primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA virus SARS ini. Software untuk mendisain primer juga tersedia, baik yang gratis maupun yang komersial. Contoh yang gratis adalah Webprimer yang disediakan oleh Stanford Genomic Resources (http://genome-www2.stanford.edu/cgi-bin/SGD/web-primer), GeneWalker yang disediakan oleh Cybergene AB (http://www.cybergene.se/primerdisain/genewalker), dan lain sebagainya. Untuk yang komersial ada Primer Disainer yang dikembangkan oleh Scientific & Education Software, dan software-software untuk analisa DNA lainnya seperti Sequencher (GeneCodes Corp.), SeqMan II (DNA STAR Inc.), Genetyx (GENETYX Corp.), DNASIS (HITACHI Software), dan lain lain.

Kedua pada proses mencari kemiripan sekuen (homology alignment) virus yang didapatkan dengan virus lainnya. Dari hasil analisa virus SARS diketahui bahwa genom virus Corona penyebab SARS berbeda dengan virus Corona lainnya. Perbedaan ini diketahui dengan menggunakan homology alignment dari sekuen virus SARS. Selanjutnya, Bioinformatika juga berfungsi untuk analisa posisi sejauh mana suatu virus berbeda dengan virus lainnya. [2]

3. Bioinformatika untuk Diagnosa Penyakit Baru

Untuk menangani penyakit baru diperlukan diagnosa yang akurat sehingga dapat dibedakan dengan penyakit lain. Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan untuk pemberian obat dan perawatan yang tepat bagi pasien.
Ada beberapa cara untuk mendiagnosa suatu penyakit, antara lain: isolasi agent penyebab penyakit tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan dari infeksi dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan deteksi gen dari agent pembawa penyakit tersebut dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Teknik yang banyak dan lazim dipakai saat ini adalah teknik PCR. Teknik ini sederhana, praktis dan cepat. Yang penting dalam teknik PCR adalah disain primer untuk amplifikasi DNA, yang memerlukan data sekuen dari genom agent yang bersangkutan dan software seperti yang telah diuraikan di atas. Disinilah Bioinformatika memainkan peranannya. Untuk agent yang mempunyai genom RNA, harus dilakukan reverse transcription (proses sintesa DNA dari RNA) terlebih dahulu dengan menggunakan enzim reverse transcriptase. Setelah DNA diperoleh baru dilakukan PCR. Reverse transcription dan PCR ini bisa dilakukan sekaligus dan biasanya dinamakan RT-PCR.

Teknik PCR ini bersifat kualitatif, oleh sebab itu sejak beberapa tahun yang lalu dikembangkan teknik lain, yaitu Real Time PCR yang bersifat kuantitatif. Dari hasil Real Time PCR ini bisa ditentukan kuantitas suatu agent di dalam tubuh seseorang, sehingga bisa dievaluasi tingkat emergensinya. Pada Real Time PCR ini selain primer diperlukan probe yang harus didisain sesuai dengan sekuen agent yang bersangkutan. Di sini juga diperlukan software atau program Bioinformatika. [2]

4. Bioinformatika untuk Penemuan Obat

Cara untuk menemukan obat biasanya dilakukan dengan menemukan zat/senyawa yang dapat menekan perkembangbiakan suatu agent penyebab penyakit. Karena perkembangbiakan agent tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, maka faktor-faktor inilah yang dijadikan target. Diantaranya adalah enzim-enzim yang diperlukan untuk perkembangbiakan suatu agent Mula-mula yang harus dilakukan adalah analisa struktur dan fungsi enzim-enzim tersebut. Kemudian mencari atau mensintesa zat/senyawa yang dapat menekan fungsi dari enzim-enzim tersebut.
Analisa struktur dan fungsi enzim ini dilakukan dengan cara mengganti asam amino tertentu dan menguji efeknya. Analisa penggantian asam amino ini dahulu dilakukan secara random sehingga memerlukan waktu yang lama. Setelah Bioinformatika berkembang, data-data protein yang sudah dianalisa bebas diakses oleh siapapun, baik data sekuen asam amino-nya seperti yang ada di SWISS-PROT (http://www.ebi.ac.uk/swissprot/) maupun struktur 3D-nya yang tersedia di Protein Data Bank (PDB) (http://www.rcsb.org/pdb/). Dengan database yang tersedia ini, enzim yang baru ditemukan dapat dibandingkan sekuen asam amino-nya, sehingga bisa diperkirakan asam amino yang berperan untuk aktivitas (active site) dan kestabilan enzim tersebut.

Setelah asam amino yang berperan sebagai active site dan kestabilan enzim tersebut ditemukan, kemudian dicari atau disintesa senyawa yang dapat berinteraksi dengan asam amino tersebut. Dengan data yang ada di PDB, maka dapat dilihat struktur 3D suatu enzim termasuk active site-nya, sehingga bisa diperkirakan bentuk senyawa yang akan berinteraksi dengan active site tersebut. Dengan demikian, kita cukup mensintesa senyawa yang diperkirakan akan berinteraksi, sehingga obat terhadap suatu penyakit akan jauh lebih cepat ditemukan. Cara ini dinamakan “docking” dan telah banyak digunakan oleh perusahaan farmasi untuk penemuan obat baru.
Meskipun dengan Bioinformatika ini dapat diperkirakan senyawa yang berinteraksi dan menekan fungsi suatu enzim, namun hasilnya harus dikonfirmasi dahulu melalui eksperimen di laboratorium. Akan tetapi dengan Bioinformatika, semua proses ini bisa dilakukan lebih cepat sehingga lebih efisien baik dari segi waktu maupun finansial. Tahun 1997, Ian Wilmut dari Roslin Institute dan PPL Therapeutics Ltd, Edinburgh, Skotlandia, berhasil mengklon gen manusia yang menghasilkan faktor IX (faktor pembekuan darah), dan memasukkan ke kromosom biri-biri. Diharapkan biri-biri yang selnya mengandung gen manusia faktor IX akan menghasilkan susu yang mengandung faktor pembekuan darah. Jika berhasil diproduksi dalam jumlah banyak maka faktor IX yang diisolasi dari susu harganya bisa lebih murah untuk membantu para penderita hemofilia.[2]

5. Bioinformatika dalam bidang pertanian

Bioinformatika  telah  sejak  lama  digunakan untuk  mendukung  eksperimen  laboratorium  pada bidang pertanian. Baru-baru ini, hadirnya teknologi Next  Generation  Sequencing  (NGS)  telah mengubah  paradigma  dalam  penelitian  berbasis bioinformatika.  Penelitian  berbasis  bioinformatika telah digunakan  dalam (1) pengembangan penanda molekuler  (Priyono &  Putranto,  2014); (2)  desain primer  untuk  analisis  ekspresi  gen  diferensial (Budiani  et  al.,  2016);  (3)  pengembangan  peta genetik (Priyono & Putranto, 2016); dan (4) analisis ekspresi  gen  (Putranto  et  al.,  2015).  Kombinasi antara  bioinformatika  dalam  anotasi  gen  serta desain  primer  dan  analisis  ekspresi  gen menggunakan  Real-Time  PCR  telah  berhasil memetakan  ekspresi  35  gen  Ethylene  Response Factors  (ERFs)  pada  tanaman  karet  (Hevea brasiliensis).  Tiga  gen  kemudian  dipilih  untuk analisis fungsional melalui transgenesis (Putranto et al.,  2015).  Di  sisi  lain,  pemetaan  genetik  pada tanaman  kopi  (Coffea  canephora)  juga  telah memanfaatkan  bioinformatika.  Sekuen  genom tanaman  kopi  dari  the  International  Coffee Genomics  Network  (ICGN)  digunakan  sebagai referensi  untuk  mencocokkan  marka  RFLP,  SSR, dan  SNP  pada  peta  genetik  sepanjang  1.471  cM dengan  kepadatan  marka  0,5  per  cM  (Priyono  & Putranto, 2016).  Pada  skala  yang  lebih  besar,  alur  kerja (workflow)  dan  skema  (pipeline)  bioinformatika juga  telah  membantu  berbagai  analisis transkriptomik  dan  genomik  pada  tanaman perkebunan  seperti  identifikasi  famili gen  penting (Liu et al., 2016, Zou et al., 2015, Dou et al., 2014, Duan  et al.,  2013),  studi asosiasi  gen (Teh  et al., 2016; Liu et al., 2016; Zou et al., 2015; Dou et al., 2014;  Duan  et  al.,  2013;  Ting  et  al.,  2013), identifikasi  SNP  (Zhou  et  al.,  2016),  dan identifikasi  QTL (Ting  et  al., 2013).  Skema kerja dari CIRAD, Prancis yang disebut basis data ESTtik (http://esttik.cirad.fr/)  telah  berhasil  digunakan untuk  mengidentifikasi  superfamili  APETALA2 /ETHYLENE  RESPONSE  FACTORS  (AP2/ERF) pada  tanaman  karet  dari  hasil  sekuensing  dengan teknologi  Whole  Genome  Sequencing  Roche  454 (Duan  et  al.,  2013).  Dari  pustaka  sekuen  (global library),  sebanyak  173  contig  AP2/ERF  telah diidentifikasi  dengan serangkaian  analisis in  silico berdasarkan sekuen  asam amino dari  domain AP2. Sementara, tim dari CATAS,  Tiongkok melakukan identifikasi  famili metacaspase  dari tanaman  karet menggunakan alur kerja analisis genom komparatif. Perbandingan genom dilakukan menggunakan data genom publik tanaman karet yang tersedia di NCBI disejajarkan dengan genom Arabidopsis thaliana di basis data TAIR (Liu et al., 2016). Runtutan analisis lengkap  dengan  BLAST,  penjajaran  multi-sekuen hingga  desain  primer  digunakan  untuk mengkonfirmasi identifikasi gen tersebut. Pemanfaatan bioinformatika dalam ilmu terapan dibidang  pertanian  juga  menyasar  desain  produk aplikatif  untuk  mengatasi  infeksi  virus  mosaik tembakau,  pengendalian  hama terhadap  nyamuk Aedes  aegepty,  hama  laba-laba,  serangga phytophagous,  serta  perlindungan  tanaman transgenik. [3]



Sumber:

[1] Nugroho, Endik Deni dan Rahayu, Dwi Anggorowati .2018 . Pengantar Bioteknologi: (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Deepublish.
[2] Aprijani , Dwi Astuti dan Elfaizi , M. Abdushshomad . BIOINFORMATIKA: Perkembangan, Disiplin Ilmu dan Penerapannya di Indonesia. 20 Januari 2004. http://ftp.gunadarma.ac.id/pub/linux/docs/v06/Kuliah/SistemOperasi/2003/50/Bioinformatika.pdf [Diakses pada 11 Juli 2020].
[3] Arli Aditya PARIKESIT, Dito ANUROGO dan Riza Arief PUTRANTO. Pemanfaatan Bioinformatika Dalam Bidang Pertanian Dan Kesehatan. 4 Agustus 2017. https://www.researchgate.net/publication/320755696_Pemanfaatan_bioinformatika_dalam_bidang_pertanian_dan_kesehatan_The_utilization_of_bioinformatics_in_the_field_of_agriculture_and_health [Diakses pada 12 Juli 2020]